Latest Movie :
Recent Movies

Abu Ishaq As-Sabi’i

Profil Singkat Abu Ishâq As-Sabî’i Rahimahullah

Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah adalah ‘Amr bin Abdillah al-Hamdâni al-Kûfi. Ulama ini lebih populer dengan panggilan Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah. Beliau termasuk Ulama besar dan ahli hadits kota Kufah di negeri Irak pada masanya.

Pada tahun 34 atau 35 H, Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah dilahirkan. Tepatnya, pada kekhilafahan ‘Utsmân bin ‘Affân Radhiyallahu anhu.

Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah pernah menceritakan sendiri tentang hal tersebut, “Aku lahir pada dua tahun sebelum wafatnya Khalifah ‘Utsmân”.

Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah memperoleh kenikmatan besar dengan berjumpa dan berguru dengan generasi terbaik umat Islam, generasi Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan inilah deretan nama-nama guru-guru beliau dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebagian dari mereka memiliki riwayat yang banyak dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Mu’awiyah bin Abi Sufyân, Adi bin Hâtim, Ibnu ‘Abbâs, al-Bara bin Azib, Zaid bin Arqam, ‘Abdullah bin Amr bin al-Ash, Abu Juhaifah as-Suwâ`i , Sulaimân bin Shurd, ‘Umârah bin Ruwaibah ats-Tsaqafi, Abdullah bin Yazid al-Anshâri, Amr bin Hârits al-Khuza’i, Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhum dan lain-lain. [1]

Bahkan beliau pernah mengatakan, “Aku pernah menyaksikan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu sedang berkhutbah”.

Selain itu, Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah juga berguru kepada tokoh-tokoh besar dari generasi Tâbi’in: ‘Alqamah bin Qais, Masruq bin Ajda’, adh-Dhahhak bin Qais, ‘Abdullah bin Utbah bin Mas’ud, Syuraih al-Qadhi dan masih banyak lagi.

Dalam pembelajaran al-Qur`an, Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah mempelajarinya dari Aswad bin Yazîd dan Abu Abdir Rahman as-Sulami.

Karena tinggal di Kufah, dalam ilmu fiqih, Abu Ishaq mengikuti perguruan fiqih yang bersumber dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu dan Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu. Dan ia menonjol dalam bidang penguasaan fiqih Amirul Mukminîn Ali bin Abi Thâlib, sehingga disebut-sebut, “Siapa saja yang duduk belajar bersama Abu Ishâq, sungguh ia seperti duduk belajar kepada Ali Radhiyallahu anhu “.

Itulah sosok Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah termasuk dari generasi Tâbi’in, generasi yang melihat dan mereguk ilmu dari para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dan Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah menilai Abu Ishâq rahiumahulllah sebagai sosok yang tsiqah (terpercaya).

Imam adz-Dzahabi t mengatakan, “Ia sosok pencari ilmu yang tekun dan dihormati”.

Pujian Imam Ali Ibnul Madini Rahimahullah Terhadap Keilmuan Abu Ishâq As-Sabî’i Rahimahullah

Imam ‘Ali Ibnul Madini, salah seorang guru besar Imam al-Bukhari rahimahullah pernah mengatakan, “Yang memelihara ilmu bagi umat Islam ada 6 orang: Abu Ishâq dan al-A’masy bagi penduduk Kufah, Qatadah dan Yahya bin Abi Katsir bagi penduduk Basrah dan Az-Zuhri bagi penduduk Madinah, serta Amr bin Dînâr bagi penduduk Makkah”.

Akhlak-Akhlak Mulia Abu Ishâq As-Sabî’i Rahimahullah

Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah juga dikenal berperangai baik dan berakhlak mulia.

Abu Bakar bin Ayyâsy berkata, “Aku tidak pernah mendengar Abu Ishâq mencela seorang pun. Dan bila berbicara tentang seorang Sahabat Nabi, seolah-olah ia Sahabat Nabi yang paling utama di matanya”.

Ketika dipuji oleh asy-Sya’bi rahimahullah, “Engkau lebih baik dariku, wahai Abu Ishâq”, Abu Ishâq rahimahullah menjawab, “Bahkan engkaulah yang lebih baik dariku”.

Ibadah Abu Ishâq As-Sabî’i Rahimahullah

Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah seorang yang ikut serta berjihad beberapa kali untuk melawan kekuatan Romawi pada masa kekuasaan Mu’awiyah bin Abi Sufyân Radhiyallahu anhu, tekun berpuasa, membaca al-Qur`an dan mengerjakan shalat malam.

Setiap tiga hari sekali, Abu Ishâq rahimahullah mengkhatamkan al-Qur`an. Putra beliau, Yunus bi Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah berkata, “Setiap malam, ayahku membaca 1000 ayat”.

Bahkan ketekunan untuk beribadah tetap beliau lakukan, meski tubuh sudah melemah dan usia telah senja.

Pantaslah Imam adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan, “Beliau (Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah) termasuk Ulama yang mengamalkan ilmu dan termasuk orang-orang besar dari generasi Tâbi’in”.

Murid-Murid Abu Ishâq As-Sabî’i Rahimahullah

Ketika seseorang memiliki ilmu, ketakwaan dan ketekunan ibadah seperti yang diungkap di atas, maka tidak mengherankan jika banyak pencari ilmu datang kepada beliau. Orang-orang yang kemudian menjadi ulama-ulama besar dalam sejarah Islam pun berguru kepada beliau. Di antara nama mereka adalah Syu’bah, Sufyan ats-Tsauri, Zâidah bin Qudâmah, Jarir bin Hâzim dan lain-lain. Bahkan Hamzah bin Habîb az-Zayyât, salah seorang imam qira`ah juga merupakan salah satu dari murid Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullahkarena beliau terhitung juga sebagai ahli di bidang qira`ah al-Qur`an.

Nasehat Abu Ishâq As-Sabî’i Rahimahullah Kepada Para Pemuda

Sudah seharusnya, seorang pemuda Muslim memainkan peran strategisnya dan memanfaatkan masa mudanya untuk hal-hal yang produktif dan bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya. Tidak sebaliknya, justru menjadi bagian dari penyakit masyarakat dan menghabiskan masa penuh energi tersebut dalam kelalaian dan kemungkaran.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ

Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara (lainnya). (Salah satunya)…(Manfaatkanlah) masa mudamu sebelum datang masa tuamu”. [2]

Abu Ishâq as-Sabî’i rahimahullah pernah mendorong para pemuda untuk tekun beribadah dan memanfaatkan kesempatan dengan berkata, “Wahai para pemuda, manfaatkanlah kekuatan dan kebugaran kalian. Jarang sekali suatu malam berlalu kecuali aku membaca sebanyak 1000 ayat. Dan sesungguhnya aku membaca surat al-Baqarah dalam satu rakaat. Dan aku berpuasa di bulan-bulan haram, dan tiga hari di setiap bulannya serta puasa Senin dan Kamis”.

Ulama ini mengarahkan para pemuda agar menaruh perhatian terhadap ibadah-ibadah syar’i yang membutuhkan kekuatan fisik yang memang dimiliki oleh kawula muda. Dan beliau menceritakan apa yang sudah biasa beliau kerjakan, bukan untuk mencari pujian manusia in sya Allah, akan tetapi untuk menyemangati orang lain agar bersegera melakukan amal-amal shalat ketika kesempatan masih ada. [3]

Abu Ishâq As-Sabî’i Rahimahullah Wafat

Abu Ishâq as-Sabî’i wafat pada tahun 127 H dalam usia 93 tahun. Jenazahnya diiring oleh banyak pelayat, sehingga membuat gubernur Kufah yang baru adh-Dhahhâk bin Qais, “Sepertinya orang ini seorang ulama rabbani di tengah mereka”.

Semoga Allâh Azza wa Jalla merahmati Abu Ishâq as-Sabî’i dengan rahmat yang luas. Amin.

Oleh Ustadz Abu Minhal Lc

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XX/1437H/2017M.]
_______
Footnote
[1] Sebagian Ulama menyebutkan bahwa Sahabat Nabi yang menjadi guru Abu Ishâq berjumlah 38 orang. Lihat Siyaru A’lâmin Nubalâ 5/394.

[2] HR. Al-Hâkim dan al-Baihaqi dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jâmi no.1077.

[3] Manhaju as-Salafi fîl Inâyati bil Qur`anil ‘Azhim , Dr. Badr al-Badr, hlm. 45

Memakan Tulang

Disebutkan dalam hadis riwayat Muslim, bahwa para Jin datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta kepada beliau makanan yang halal. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka:
لكم كل عظم ذكر اسم الله عليه يقع في أيديكم أوفر ما يكون لحما وكل بعرة علف لدوابكم
“Makanan halal untuk kalian adalah semua tulang hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allah. Ketika tulang itu kalian ambil, akan penuh dengan daging. Sementara kotoran binatang akan menjadi makanan bagi hewan kalian.” (HR. Muslim No.450)
Dalam riwayat lain, beliau bersabda:
لَا تَسْتَنْجُوا بِالرَّوْثِ، وَلَا بِالْعِظَامِ، فَإِنَّهُ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنَ الْجِنِّ
“Janganlah kalian beristinjak (bersuci setelah buang air) dengan kotoran dan tulang. Karena itu adalah makanan bagi saudara kalian dari kalangan jin.” (HR. Turmudzi 18, dan dishahihkan Al-Albani)
Dari dua hadis di atas dapat kita simpulkan bahwa tulang termasuk makanan jin. Namun apakah ini bisa dijadikan dalil yang mengatakan bahwa tulang haram dimakan manusia?
Jawaban Syaikh Abdurrahman As-Suhaim, salah seorang dai ahlus sunah di Kementrian Wakaf dan Urusan Islam, Riyadh, KSA.
Ketika beliau ditanya tentang hukum makan tulang, apakah haram? Beliau menjelaskan:
Allah berfirman:
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi –karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am: 145)
Ditambah beberapa keterangan beberapa binatang haram yang disebutkan dalam hadis, seperti binatang buas yang bertaring, burung yang bercakar untuk menerkam musuh, atau khimar jinak, dan beberapa dalil lainnya.
Artinya, selain itu kembali kepada hukum asal, yaitu mubah. Karena hukum asal segala sesuatu adalah halal. Sementara tidak disebutkan keterangan tentang haramnya tulang.
Adapun statusnya sebagai makanan jin, tidaklah berpengaruh terhadap status hukum tulang. Karena ketetapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa tulang sebagai makanan jin, tidaklah menunjukkan larangan untuk memakannya. Dan tidak ada larangan untuk makan tulang.
Kemudian, orang yang meyakini haramnya tulang, dia wajib mendatangkan dalil. Karena jika tidak, maka dikhawatirkan dia dianggap berdusta atas nama syariah.

Image result for makan tulang

Tentang Pemilu

Ulama yang melarang keikutsertaan dalam pemilu secara mutlak adalah Syaikh Muqbil bin Al Wadi’i –rahimahullah- dalam Tuhfatul Mujib (314-318). Beliau adalah ulama besar Yaman dan termasuk pakar hadits.


السؤال211: احتج أصحاب الانتخابات بقول الألباني وابن باز وابن عثيمين فما قولكم في ذلك؟

Pertanyaan no. 211: Para pendukung pemilu biasa beralasan dengan fatwa Syaikh Al Albani, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini?

الجواب: الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وأصحابه ومن والاه وأشهد أن لا إله الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.. أما بعد:
فأصحاب الانتخابات هم أعداء هؤلاء المشايخ، …
وهذه الفتوى قد اتصلت بشأنها بالشيخ الألباني حفظه الله وقلت له: كيف أبحت الانتخابات؟ قال: أنا ما أبحتها ولكن من باب ارتكاب أخف الضررين.
فننظر هل حصل في الجزائر أخف الضررين أم حصل أعظم الضررين، واقرءوا ترجمة أبي حنيفة تجدون علمائنا ينهون عن الرأي والاستحسان، ويرون أنه سبيل الاعتزال وسبيل التجهم، أما فتوى الشيخ الألباني فهم يأخذونها من زمن قديم.
وأما الشيخ ابن عثيمين فمن عجيب أمره أنه يحرم الأحزاب والجماعات ويبيح ما هو أعظم وأخطر منها وهي الانتخابات التي هي وسيلة إلى الديمقراطية.
فأقول لهؤلاء الملبسين: لو تراجع هؤلاء المشايخ أكنتم متراجعين عن هذا أم لا؟
ونقول: إننا نرى حرمة التقليد؛ فلا يجوز لنا أن نقلد الشيخ الألباني ولا الشيخ ابن باز ولا الشيخ ابن عثيمين، فإن الله تعالى يقول في كتابه الكريم: ﴿اتبعوا ما أنزل إليكم من ربكم ولا تتبعوا من دونه أولياء قليلا ما تذكرون﴾(53)، ويقول سبحانه وتعالى: ﴿ولا تقف ما ليس لك به علم﴾(54).
فأهل السنة لا يقلدون، ثم نقول للمشايخ: إن فتواكم هذه خطيرة جدا، ألم تعلموا أن بوش -أخزاه الله- عند أن كان رئيسا لأمريكا يقول: أن السعودية والكويت لم تطبقا الديمقراطية.
فعلى المشايخ أن يتراجعوا عن هذه الفتوى، وأنا أشهدكم أنني متراجع عن أي خطأ في كتبي أو أشرطتي أو دعوتي لله عز وجل، أتراجع بنفس طيبة مطمئنة. والمشايخ لا عليهم إذا تراجعوا، بل هو الواجب عليهم، لأنهم لا يدرون بالذي يحدث في اليمن، وما الذي يدور في المجالس النيابية، وما هو الفساد الذي يحصل بسبب الانتخابات، قتل وقتال من أجل الانتخابات، وخروج النساء متبرجات، وتصوير للنساء من أجل الانتخابات، ومساواة الكتاب والسنة والدين بالكفر من أجل الانتخابات، وأي مصلحة حققت هذه الانتخابات.
فيجب على المشايخ أن يتراجعوا، وسنرسل إليهم إن شاء الله، فإن لم يتراجعوا فنحن نشهد الله أننا براء من فتواهم لأنها مخالفة للكتاب والسنة، رضوا أم غضبوا، أعراضنا ودماؤنا فداء للإسلام، ولا نبالي بحمد الله.

Syaikh rahimahullah menjawab:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Amma ba’du:
Sebenarnya para pembela pemilu mereka adalah musuh dari para ulama tadi. …

Fatwa Syaikh Al Albani rahimahullah ini pernah kuutarakan secara langsung pada beliau: Bagaimana engkau bisa membolehkan mengikuti pemilu? Syaikh Al Albani menjawab: Aku sebenarnya tidak membolehkan pemilu, namun ini adalah mengambil bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya yang ada.
Maka coba kita lihat, apakah betul di Al Jazair dihasilkan bahaya yang lebih ringan ataukah bahaya yang lebih besar. Silakan baca biografi Abu Hanifah, kalian akan temui bahwa para ulama kita melarang dari logika dan hanya sekedar anggapan baik. Para ulama menilai bahwa logika hanyalah jalan menuju paham Mu’tazilah dan Jahmiyah [maksud beliau: membolehkan ikut memilih dalam pemilu hanyalah logika yang tanpa dasar, ed]. Adapun fatwa Syaikh Al Albani, maka mereka mencomotnya dari fatwa beliau sejak zaman dulu.
Sedangkan fatwa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin adalah fatwa yang aneh, padahal beliau adalah orang yang mengharamkan multi partai dalam satu negara. Namun beliau malah membolehkan perkara yang lebih bahaya daripada hal tadi yaitu masalah pemilu. Padahal pemilu adalah sarana menuju Demokrasi.

Aku katakan pada orang-orang yang sengaja mendatangkan kerancuan semacam ini: Seandainya para ulama tersebut (yakni Syaikh Al Albani, Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Ibnu Baz) meralat fatwa mereka, apakah kalian akan ikut merubah pendapat kalian mengenai hal ini?

Kami katakan: Kami berkeyakinan bahwa taqlid (cuma sekedar ikut-ikutan tanpa dasar ilmu) adalah haram. Oleh karena itu, tidak boleh bagi kita hanya sekedar ikut pendapat Syaikh Al Albani, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. Al A’raaf: 3). “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al Isro’: 36). Ahlus Sunnah itu melarang taqlid buta.
Kemudian kami katakan kepada para ulama yang berpendapat demikian:
Sesungguhnya fatwa kalian ini amatlah berbahaya. Tidakkah kalian tahu bahwa Bush –semoga Allah menjadikannya sebagai orang yang hina- ketika dia menjabat sebagai Presiden Amerika mengatakan: Sesungguhya Saudi Arabia dan Kuwait tidak menerapkan sistem demokrasi.
Para ulama yang berpendapat demikian hendaklah meralat pendapatnya. Aku pun menegaskan meralat semua kesalahan yang ada pada kitab, kaset atau dalam dakwahku. Aku ralat dalam keadaan hati merasa tenang. Para ulama tersebut tidaklah dosa jika meralat pendapat mereka. Mereka sebenarnya tidak mengetahui apa yang terjadi di Yaman (akibat pemilu, -pen), apa yang terjadi di parlemen (dewan perwakilan rakyat). Mereka pun tidak tahu akibat buruk dari pemilu. Timbul berbagai macam pembunuhan dan bentrok/ baku hantam disebabkan pemilu. Para wanita keluar dari rumah mereka dalam keadaan berdandan (berhias) untuk nyoblos. Gambar-gambar wanita pun bermunculan karena ikut mencalonkan diri sebagai caleg. Penyamaan Al Kitab, As Sunnah, agama dengan kekufuran demi pemilu. Maslahat mana yang bisa diwujudkan oleh Pemilu?!
Wajib bagi para ulama yang berpendapat demikian untuk meralat pendapat mereka. Insya Allah, kami akan mengirimkan surat kepada para ulama tersebut. Seandainya mereka tidak mau meralat, maka kami pun menjadikan Allah sebagai saksi bahwa kami berlepas diri dari fatwa mereka karena pendapat mereka ini telah menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah baik mereka ridho ataukah marah. Jika mereka marah, kehormatan dan darah telah kami relakan demi Islam. Kami pun tidak mempedulikan hal itu, wal hamdu lillah.
[Maktabah Asy Syaikh Muqbil, Al Ish-darul Awwal, 405-Hurmatul Intikhobat]


Download di link ini!

Soal:
Para pendukung PEMILU berdalih dengan fatwa Syaikh Al Albany, Syaikh Ibnu Bazz dan Syaikh Al 'Utsaimin, maka bagaimana menurut anda?

Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله. وعلى. آله وأصحابه ومن والاه وأشهر أن لا إله. إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله..أما بعد
Para pendukung PEMILU itu adalah musuh-musuh para masyaikh tadi, sungguh kami pernah dengar di komite ma'had ilmiyyah di Shan'a bahwa Al Albani adalah masuni, manakala beliau memberi fatwa untuk kaum muslimin di Palestin untuk keluar ...karena negara itu sudah jadi medan perang, merekapun menghantamnya memvonisnya sebagai orang sesat dan mubtadi'
Demikian pula yang mereka lakukan terhadap Syaikh bin Baaz manakala beliau berfatwa pada kejadian Al Khalij dan ketika beliau berfatwa untuk damai dengan orang Yahudi, dan kami mengatakan ini tanpa membahas benar tidaknya fatwa-fatwa tersebut, merekapun menyerangnya dan menjelek-jelekkan beliau di antara mereka adalah Yusuf Al Qordhowy semoga Allah tidak memberkahinya, sebenarnya mereka mau membakar (menjatuhkan kredibilitas) ulama, karena mereka tidak layak untuk hizbiyyah kecuali apabila mereka butuh untuk minta fatwa mereka, para hizbiyyun pergi ke para masyaikh mereka semacam Qordhowi, fulan dan fulan, adapun Ulama mereka tidak akan pergi kepada mereka bahkan mereka pengen membakar mereka.
Adapun fatwa ini, sungguh aku telah menelpon Syaikh Al Albani hafidzahullah berkaitan dengan masalah ini, kukatakan kepada beliau: "Kenapa engkau bolehkan PEMILU?" Beliau jawab: "Aku tidak bolehkan PEMILU hanya saja dalam rangka mencegah bahaya yang lebih besar.
Maka kitapun melihat apakah yang terjadi di Jazair bahaya yang paling ringan ataukah yang terjadi justru bahaya yang paling besar??
Bacalah sejarah Abu Hanifah, engkau akan dapati ulama kita melarang dari ro'y dan istihsan (mengembalikan perkara agama kepada akal dan anggapan baik tanpa dalil) dan ulama menganggap bahwa hal itu adalah jalan menuju kepada bid'ah mu'tazilah dan jalan menuju ke pemikiran Tajahhum, fatwa Syaikh Al Albani dari dulu mereka pegang.
Adapun Syaikh Ibnu Utsaimin yang mengherankan dari perkaranya bahwasanya dia mengharamkan dari partai-partai dan kelompok tapi dia bolehkan yang lebih besar dan lebih bahaya dari pada itu yaitu PEMILU yang merupakan batu loncatan kepada demokrasi.
Kukatakan kepada para mulabbis itu: Kalau para Masyaikh tadi taroju' dari fatwa mereka apakah kalian akan taroju' (juga) dari perkara ini atau tidak?
Dan kami katakan: bahwasanya kami melihat keharaman taqlid (membebek), tidak boleh bagi kita untuk bertaqlid kepada Syaikh Al Albani tidak pula terhadap Syaikh bin Baz dan tidak pula taqlid kepada Syaikh Al 'Utsaimin, sebab Allah Ta'ala berfirman dalam kitabNya yang mulia:
اتبعوا ما أنزل إليكم من ربكم ولا تتبعوا من دونه أولياء قليلا ما تذكرون
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah engkau mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya, sedikit yang mengambil pelajaran"
(QS al-A'raf: 3)
Dan Allah subhanau wa Ta'ala berfirman:
ولا تقف ما ليس لك به علم
"Dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak memiliki ilmu padanya"
(QS al-Isra': 36)
Jadi Ahlussunnah tidak taqlid,
Kemudian kami katakan kepada para masyaikh: Bahwasanya fatwa kalian ini sangat berbahaya, tidakkah kalian mengetahui bahwasanya bush (mantan presiden Amerika -pent) semoga Allah menghinakannya ketika jadi presiden Amerika pernah berkata: bahwa Su'udiyyah dan Kuwait tidak menerapkan Demokrasi?
Hendaknya para masyaikh taroju' dari fatwa-fatwa ini, dan saya persaksikan kalian bahwasanya saya taroju' dari setiap kesalahan pada kitab-kitabku atau kaset-kasetku atau dakwahku karena Allah 'azza wa jalla...Aku taroju' dengan senang hati, dan para masyaikh tiada beban atas mereka apabila mereka taroju', bahkan wajib atas mereka untuk taroju', karena mereka tidak tahu apa yang terjadi di Yaman, dan apa yang terjadi di Majlis Perwakilan Rakyat, dan kerusakan apa yang timbul disebabkan PEMILU, pembunuhan dan peperangan demi PEMILU, keluarnya wanita dengan berhias, foto wanita gara-gara PEMILU, menyamakan kitab, sunnah dan agama dengan kekufuran gara-gara PEMILU, dan maslahat apakah yang telah diwujudkan oleh PEMILU ini??
Maka wajib atas masyaikh untuk taroju', dan kami akan mengirimkan kepada mereka insya Allah, kalau mereka tidak taroju' maka kami mempersaksikan Allah bahwasanya kami berlepas diri dari fatwa mereka, karena fatwa tersebut menyelisihi kitab dan sunnah, mereka ridha atau marah, harga diri dan darah kami sebagai tebusan agama islam, kami tidak peduli bihamdillah.
Dan mereka (para pendukung. PEMILU) telah terbakar, dan tahu bahwasanya ucapan mereka tiada harganya, kalau mau (coba) kirim seseorang tanpa mereka ketahui, bukan supaya jadi hizbi, tapi supaya dia tahu kalau ikhwanul muslimin telah terbakar di Yaman, dan keutamaan hanya milik Allah azza wa jalla semata.
Amar ma'ruf nahi mungkar, taroju', menolong orang yang dizalimi, menolong saudara mereka ahlus sunnah adalah kewajiban atas mereka, dan tinggalkan/jauhkan dari kami ro'yu dan istihsan.
Kami katakan kepada masyaikh: Apakah pernah ada PEMILU di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala aalihi wa sallam, manakala mereka berselisih pada perkara Usamah bin Zaid apakah dia yang jadi pemimpin atau selainnya?!
Apakah Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala aalihi wa sallam berkata: adakan pemilihan siapa yang dapat suara terbanyak maka dialah yang jadi amir?!
Dan apakah pernah ada Pemilu di zaman Abi Bakr?! Pernahkah ada Pemilu di zaman 'Umar?
Dan apa yang datang riwayat bahwasanya 'Abdurrahman bin 'Auf menyuruh orang-orang memilih sampai wanita dalam rumah pingitan mereka, ini perlu diteliti karena riwayatnya diluar kitab "shahih", maka butuh dikumpulkan sanad-sanadnya, dan saya yakin kalau dikumpulkan sanadnya hasil hukum riwayatnya syadz, dan syadz termasuk dari pembagian riwayat dhaif, kemudian sebagian ikhwah membahasnya diapin mendapati bahwa tambahan ini sangat dhaif.
Apakah pernah PEMILU di masa umawi atau 'Abbasi atau 'Utsmani? Ataukah PEMILU itu datangnya dari arah musuh-musuh islam?!
Telah benar Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala aalihi wa sallam manakala beliau bersabda:
لتتبعن سنن من قبلكم حذو القذة بالقذة حتى لو دخلوا حجر ضب لدخلتموه
"Sungguh kalian akan meniru kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah sampai kalau mereka masuk liang dhobb kalian akan masuki pula."
PEMILU merupakan perpecahan dan memecah belah persatuan, permusuhan dan kebencian, sampai antar satu keluarga, gara-gara Pemilu ini, ikhwanul muslimin jangan kira bisa menipu kami karena sesungguhnya terkadang mereka memilih orang yang tidak shalat sambil mengatakan: "niatnya baik" ataukah memilih: orang tua yang jahil.
Sungguh dulu mereka menjanjikan manusia di PEMILU pertama bahwa tiada yang menghalangi antara mereka dan antara berhukum dengan hukum islam sampai selesai PEMILU, sekarang mana hukum dengan hukum islam?! Mana pemenuhan janji menteri-menteri mereka yang dulu ada di dalamnya, dan ikhwanul muslimin mereka sendiri yang bilang: "Bahwasanya kami memutuskan suatu keputusan di Dewan Perwakilan, tapi hasilnya keputusan-keputusan selain itu, lalu akhir keputusan dengan apa yang datang dari luar (selain keputusan yang diinginkan)
Bertaqwalah wahai para masyaikh jangan kalian giring kami kepada para peniru Amerika, dan kepada demokrasi yang menghalalkan apa yang Allah haramkan, sungguh telah dibolehkan liwath pada sebagian negara kafir, dan dibolehkan semua yang haram.
Kita adalah kaum muslimin kita punya Kitabullah;
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله
"Dan bahwasanya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (selainnya) sehingga kalian tercerai berai dari jalanNya."
(QS al-An'am: 153)
Apakah kita punya agama di zaman dahulu dan punya juga agama di masa sekarang ataukah dia adalah agama yang satu hingga hari kiamat?
Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala aalihi wa sallam bersabda:
ﻻ تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لايضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك
"Senantiasa ada golongan dari umatku yang menang di atas kebenaran tidak memudharatkan mereka orang-orang yang menelantarkan mereka hingga datang urusan Allah sedang mereka tetap di atas kebenaran."
Semoga para masyaikh taroju' dari fatwa ini, kita akan lihat apa yang akan diperbuat ishlahiyyun, wallahul mustaan.

Sumber:
aloloom.net: Bantahan Syaikh Muqbil rahimahullah terhadap para pendukung PEMILU
aloloom.net: عبيد الجابري يبيح التصويت في الانتخابات في مصر بحجة الأخف ضررا !!! (والرد عليه بكلام أهل العلم)

===================

Berikut ini adalah fatwa Syaikh Fauzan tentang hukum pemilu

Segala puji hanyalah milik Allah Rabb semesta alam. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad dan seluruh keluarga serta para shahabatnya. Amma ba’du; telah banyak pertanyaan (kepadaku) seputar hukum pemilu dan demonstrasi ditinjau bahwa keduanya adalah perkara baru dan diadopsi dari selain muslimin. Maka saya katakan, dan hanya kepada Allah saja saya memohon taufik;
Adapun (tentang) pemilu maka hukumnya sesuai rincian berikut;

Pertama; Apabila ummat Islam perlu memilih seorang imam besar (seperti pemimpin negara –pentj), sesungguhnya hal ini disyariatkan dengan syarat yang memilihnya adalah ahlul hal wal ‘aqd (para ulama dan cendikia) yang ada pada ummat. Sedangkan selain mereka cukup menyerahkan tanggung jawab ini kepada mereka. Sebagaimana hal ini pernah terjadi pada masa shahabat Rhadiyallahu ‘Anhum ketika ahlul hal wal ‘aqd (ulama dan cendikia) mereka memilih Abu Bakr Ash-Shiddiq Rhadiyallahu ‘Anhu dan membai’atnya (mengambil sumpahnya), maka wajib bagi seluruh ummat untuk membai’atnya. Dan seperti ketika Umar bin Khattab Rhadiyallahu ‘Anhu menunjuk enam orang dari sepuluh orang yang dipersaksikan sebagai penghuni surga untuk memilih pemimpin sepeninggalannya, sehingga keenam orang shahabat tersebut memilih Utsman bin Affan Rhadiyallahu ‘Anhu dan membai’atnya sehingga wajiblah seluruh ummat turut membai’atnya.

Kedua; Wilayah kekuasaan yang terbatas, sesungguhnya penunjukan (seorang pemimpin) padanya adalah diantara peran waliyul’amr (pemimpin negara), dengan memilih untuk posisi tersebut orang-orang yang ahli dan amanah dan membantunya dalam kepemimpinannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman;
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. (QS. An-Nisaa’ : 58)
Ayat ini ditujukan kepada waliyul’amr sedangkan amanat yang dimaksud adalah jabatan pada sebuah negara yang Allah jadikan sebagai amanah pada diri waliyul’amr sedangkan yang dimaksud dengan menyampaikannya adalah memilih orang yang ahli dan amanah pada bidangnya. Seperti Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Khulafaur Rasyidin dan setiap waliyul’amr di tengah-tengah kaum muslimin sepeninggalan mereka memilih untuk mengisi jabatan-jabatan (pada suatu negeri) orang-orang yang ahli di bidangnya dan menunaikannya sesuai syariat.
Adapun pemilu yang kita kenal pada dewasa ini yang ada pada banyak negara-negara, hal ini bukan termasuk aturan yang islami. Dia rentan kekacauan dan tendensi-tendensi pribadi dan sifat tamak dan dapat menimbulkan fitnah-fitnah, pertumpahan darah dan apa yang diharapkan justru tidak bisa tercapai, bahkan pemilihan seperti ini menjadi lahan jual-beli (suara) dan janji-janji palsu.

===================================
Nasehat Ustadz Yazid Jawwas
Pertanyaan:


Ya Ustad, dalam keadaan Sekarang ini apakah benar kita dianjurkan untuk (Terpaksa) ikut serta dalam Pemilu tahun ini (Nyoblos), disebabkan jika kita tidak Ikut Nyoblos, maka dikhawatirkan Pemerintahan kita akan di Pipimpin dan diatur oleh Kaum Kuffar, terutama dari kalangan Syi'ah di negeri ini...

Dan, apakah benar ikut serta dalam Pemilu tahun ini, ada Kemasylahatan yang besar untuk Kaum muslimin disebabkan Negeri ini (yang bisa dikatakan : Terancam) akan di Kuasai oleh orang-orang Kafir (terutama Syi'ah), Sehingga, dibolehkan kita ikut serta didalam Pelaksanaan Pemilu sebagaimana apa yang telah di fatwakan oleh sebagian Ulama Ahli Sunnah...? 

Jawab:

Ikut serta didalam Demokrasi dan Pemilu berarti Menyeburkan diri kita ke dalam Kancah/Pesta Sistem Kuffur Thoghut Demokrasi yang telah diadopsi oleh Kaum Kuffar.

Dan telah Jelas sekali bahwasannya Sistem Demokrasi yg Kuffur bertentangan/Menyelisihi dan sangat berlawanan/nenyimpang dengan Syari'at Islam.

Bagaimana mungkin bisa disamakan ketika (didalam Sistem Demokrasi), satu Suara orang Kafir yang Penzina dan Peminum Khomer disamakan dengan satu Suara seorang Ahli Ilmu dan Ibadah (Ulama) dari kalangan Kaum Mukmin...

Kekhawatiran sebagian Kaum Muslim Terhadap Syi'ah yang akan Memimpin Negeri ini jika kita tidak ikut Nyoblos, maka kami katakan:
Ini hanyalah was was yg berasal dari Syaitan yang disebarkan oleh Orang2x Jahil dan tergesa-gesa...

Adapun Fatwa Sebagian Ulama Sunnah yang membolehkan ikut Pemilu (dengan Syarat-syarat tertentu), maka Ketahuilah bahwa Fatwa seorang Ulama BUKANLAH WAHYU yang WAJIB diikuti..Jika Fatwanya bertentangan dengan Dalil yang shahih, maka kita boleh (bahkan wajib) Tinggalkan, seperti apa yang pernah dikatakan oleh Ke-empat Imam Madzhab Rahimakumullah yang berkata:

"Jika ada Pendapatku yang Menyelisihi Dalil Shahih, maka buanglah Pendapatku, dan Ambillah (ikuti) Dalil yang Shahih itu..."

Serta, jika ada Masylahatnya didalamnya (jika Ikut Pemilu), maka tanyakan dimana Masylahatnya...?

Karena, tentang Fatwa dari sebagian Ulama yang membolehkan ikut serta dalam Pemilu, rata-rata dari mereka (para Ulama itu) Tidak atau belum tahu Bagaimana Keadaan Tokoh2x kaum Muslimin Negeri ini yang ikut di Dalam Parlemen Demokrasi disini...

Dan mereka juga belum tahu bagaimana Keadaan Kaum muslimin di Negeri ini...

Dan, bagi mereka yang Mengatakan bahwa Syi'ah akan Menguasai Negeri ini, jika kaum Muslimin (Ahlus Sunnah) Meninggalkan Pemilu, maka kami
katakan:

Apakah mereka yakin akan hal ini terjadi? Dan apakah mereka Mengetahui hal-hal yang Ghaib...??

Sehingga mereka berani meramalkan keadaan ini? Jika Dahulu (disekitar tahu 70 an) kaum kaum Muslimin ditakut-takuti dengan Kekuasaan PKI yang akan Memimpin dan Menguasai Negeri ini, jika kaum muslimin meninggalkan Pemilu, maka saat ini SYI'AH lah yang sangat ditakuti...

(Namun, apa-apa yang ditakuti Tentang PKI di tahun itu gak terjadi, walaupun ada sebagian kaum kaum muslimin Meninggalkan Pemilu pada saat itu) Padahal,kita dilarang berkata-kata hal0hal yang Belum (Tentu) terjadi.

Dan berkata-kata "seandainya" atau "jikalau"...Karena Perkataan ini Membuat Celah masuknya Syaitan...
Wajib bagi kita orang-orang yang beriman Meyakini bahwa Allah Ta'ala PASTI Menjaga orang-orang yang Selalu Menjaga Agama-Nya...
Allah Ta'ala akan Menjaga Negeri ini, jika Penduduk Negeri ini selalu bertaqwa (Men-Tauhidkan) Allah 'Azza wa Jalla..

Dan, bagaimana mungkin bagi kita, Ketika kitaakan Mengingkari Pemerinthahan yang Kuffur,tetapi dengan Tata Cara Kuffur (Demokrasi : Syirkul Akbar -wal 'iyadzubillah- ) yang kita ikuti...

Yang wajib diketahui,
Dengan kita Mengingkari & Berlepas diri dari Sistem Thoghut Kuffur (Demokrasi) Namun bukan berarti kita Keluar dari Keta'atan kepada Pemerintah Negeri ini...

Kita Tetap Ta'at kepada Pemimpin Negeri ini dalam Urusan yang Ma'ruf saja, Tetapi kita tidak ta'at (berlepas diri) kepada mereka dalam Urusan yang Menyimpang dari dari Syari'at Islam...

Karena: Tidak ada Keta'atan kepada Makhluk dalam Bermaksiat kepada Allah Ta'ala...

Semoga Allah Ta'ala menjaga diri kita dan KaumMuslimin, Negeri ini dan Pemimpin Negeri ini agar selalu diatas Hidayah (Petunjuknya) dan Selalu
Istiqomah diatas Agama-Nya yang Lurus...

Aamiin.

Wallahu Ta'ala a'lam

Sumber Nukilan dari:
beberapa Faedah dari Kajian Rutin setiap Ahad pagi oleh Al Ustadz Al Fadhil Yazid bin Abdul Qadir Jawas Hafizhahullahu Ta'ala di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal pada Ahad 28 Jumadil Akhir 1435 H/30 Maret 2014 M.
============

Nasihat Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas terkait Fitnah Demokrasi

Kajian pada hari Ahad tanggal 30 Maret 2014 di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal, Bogor, Ustadz Yazid memberikan nasihat khusus terkait fitnah demokrasi yang sudah lama menimpa kaum muslimin.

Beliau membawakan surat Al Hujurat ayat 6, artinya
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu." (Surat Al Hujurat ayat 6)
Beliau membawakan ayat tersebut karena akhir-akhir ini banyak tersebar berita terkait politik yang tidak jelas kebenarannya, tidak jelas siapa yang mengabarkannya dan tidak jelas pula apa tujuan berita tersebut.
Lalu beliau juga membawakan surat An Nisa ayat 83, artinya
"Dan apabila sampai kepada meraka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. Padahal apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara meraka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya secara resmi dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu)." (Surat An Nisa ayat 83)
Setelah membawakan ayat tersebut, beliau membacakan tafsir ayat tersebut dengan merujuk Kitab Tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'ady rahimahullah.
Syaikh berkata dalam tafsirnya: "Ini merupakan pelajaran adab dari Allah kepada hamba-hambanya atas perbuatan meraka yang tidak layak. Sepatutnya bagi mereka, apabila datang satu perkara dari perkara-perkara yang penting serta terkait kemashlahatan umum, berkaitan dengan keamanan, berkaitan dengan kegembiraan kaum mukminin atau dengan ketakutan yang padanya adanya musibah atas kaum mukminin, hendaknya mereka mengecek terlebih dahulu. Dan jangan mereka terburu-buru untuk menyebarkan berita itu. Bahkan hendaknya mereka mengembalikannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, yaitu orang-orang yang berfikir, orang-orang yang berilmu, orang-orang yang memberikan nasihat, orang-orang yang berakal. Dimana mereka mengetahui suatu perkara serta mengetahui mashlahat-mashlahat, dan juga kebalikan darinya (yaitu mudhorotnya). Dan jika mereka melihat apabila menyebarkannya adalah mashlahat dan memberikan semangat kepada kaum mukminin, menggembirakan mereka, dan juga menjaga diri mereka dari musuh-musuh, maka mereka lakukan yang demikian itu. Dan apabila mereka melihat tidak ada sama sekali mashlahat atau hanya sedikit kemashlahatannya dan lebih banyak kemudharatannya, maka mereka tidak menyebarkan berita itu. Akan mengetahui dari mereka hukum-hukum dari hasil pemikiran meraka yang lurus, dan dari ilmu mereka yang mendapat petunjuk dari Allah Ta'ala. Dan di dalam ayat ini ada larangan agar tidak terburu-buru untuk menyebarkan berita. Perkara tersebut harus dilihat dengan hati-hati sebelum berbicara. Apakah hal itu mashlahat, yang seorang itu bisa melaksanakannya. Atau hal itu tidak mashlahat, yang orang itu menahan diri darinya. Karena taufik dan rahmat dari Allah kepada kalian, Allah mengajarkan adab kepada kalian, Allah mengajarkan kepada kalian apa yang kalian tidak ketahui. Jika tidak karena rahmat dan taufik-Nya, kalian akan mengikuti syaitan. Pada sesungguhnya sifat manusia itu zhalim dan jahil, dan nafsunya menyeru kepada kejelekan. Apabila dia berlindung kepada Allah, dia memohon kepada Allah, dan dia bersungguh-sungguh pada yang demikian, maka Allah akan memberikan kasih sayang kepadanya dan Allah akan memberikan taufik kepada dia dari setiap kebaikan dan Allah akan jaga orang itu dari godaan syaitan yang terkutuk."
Itu penjelasan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'ady terkait penyebaran suatu berita, adab seorang muslim atas suatu berita.
Lalu Ustadz Yazid membawakan kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang suatu berita bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam menalak seluruh istri-istrinya. Berita itu telah tersebar, lalu Umar bin Khatab bertanya kepada Rasulullah tentang kebenaran berita itu, Rasulullah berkata berita itu tidak benar.
Dari kisah tersebut ada pelajaran adab tentang menyebarkan berita. Penyebaran berita yang tidak sesuai dengan keadaan, maka akan menimbulkan fitnah. Dan saat ini telah tersebar kabar yang membuat ketakutan di tengah kaum muslimin. Berita seperti yang mengabarkan ketakutan jika pemimpinnya orang Syiah, jika mereka berkuasa maka akan membunuh kaum muslimim. Berita seperti itu jelas tidak boleh disebarkan. Kenapa? Karena tidak jelas siapa yang menyebarkannya, bisa saja yang pertama kali yang mengirim itu syaitan atau orang Syiah itu sendiri. Seharusnya kita berpikir dahulu atas berita tersebut sebelum menyebarkannya. Dan apakah semudah itu Syiah akan berkuasa lalu akan langsung membunuhi kaum muslimin? ALLAH MEMBERIKAN PEMIMPIN YANG ZHALIM KARENA RAKYATNYA JUGA YANG ZHALIM. Hal itu telah Allah terangkan di dalam Quran.
----------------------------------------------------------------
Lalu Ustadz Yazid memberikan penjelasan tentang demokrasi, beliau merujuk beberapa kitab Para Ulama seperti Syaikh Abu Nashr bin Muhammad Al Imam yang diberi muqaddimah oleh Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Washoby. Demokrasi bukan dari Islam, demokrasi bermula 500 tahun sebelum masehi di Yunani. Demokrasi berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat. Dari segi ini saja sudah bertentangan dengan Islam, Quran dan Sunnah. Lalu apakah akan bersatu antara Islam dengan Demokrasi? Jawabannya adalah TIDAK. Kenapa demikian?
Pertama, Islam berhukum dengan hukum Allah, sedangkan demokrasi berhukum dengan buatan manusia. Orang yang mendukung demokrasi, maka orang tersebut tidak akan selamat dari azab Allah. Lihat surat Al Jasiyah ayat 18 dan surat Hud ayat 113. Di dalam demokrasi, semua orang punya hak yang sama, antara muslim dan kafir haknya sama dalam menentukan hukum. Dan itu adalah kesyirikan.
Allah telah menghalalkan musyawarah, sedangkan orang kafir menghalalkan demokrasi. Musyawarah menghalalkan yang Allah halalkan, mengharamkan yang Allah haramkan. SEDANGKAN DEMOKRASI, MENGHALALKAN YANG ALLAH HARAMKAN DAN MENGHARAMKAN YANG ALLAH HALALKAN. Contoh, Allah telah haramkan perzinaan, tetapi demokrasi tidak bisa mengharamkan perzinaan. Karena apa? Karena keputusan halal dan haram ada ditangan para manusia yang menjadi wakil rakyat di parlemen. Sedangkan di parlemen penuh dengan kemajemukan dalam beragama.
Kedua, produk demokrasi diantaranya adalah partai. Jumlah partai dalam demokrasi banyak, dan ini yang membuat ummat Islam berpecah-belah. Padahal Allah telah mengharamkan berpecah-belah. Bahkan Allah telah mengancam dengan azab yang pedih dengan sebab berpecah-belah. Lihat Surat Al Imran ayat 105.
"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat." (Surat Al Imran ayat 105)
KITA SUDAH MENDAPATKAN KETERANGAN YANG JELAS DI ATAS SUNNAH, MAKA JANGAN BERPECAH-BELAH!!!
----------------------------------------------------------------
Lalu Ustadz Yazid membahas fatwa yang beredar, beliau mengatakan bahwa PENDAPAT ULAMA BUKAN WAHYU. Meskipun ada SERIBU FATWA ULAMA, TIDAK AKAN MENGALAHKAN WAHYU. Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Syafi'i dan Imam Hanafi mengatakan "JIKA ADA PENDAPATKU YANG MENYELISIHI SUNNAH MAKA BUANGLAH!" Para Ulama berfatwa sesuai pertanyaan. Belum tentu fatwa mereka sesuai keadaan sesungguhnya. Ulama yang mengerti permasalahan di suatu negeri adalah ULAMA NEGERI ITU SENDIRI. Contoh: Syaikh Muqbil bin Hadi memfatwakan HARAMNYA PEMILU, karena beliau tinggal di negeri demokrasi.
Lalu jika ada mashlahat dalam memilih, maka harus memilih yang mana? Karena yang dipilih jumlahnya banyak. KETIKA SUDAH MEMILIH, MAKA AKAN TERKENA HUKUM HARAMNYA BERPECAH-BELAH. Jika harus memilih, ketika akan memilih apakah sudah kenal orang yang akan dipilih? APAKAH AQIDAHNYA BENAR? APAKAH DIA SESUAI SUNNAH? APAKAH AMANAH? DAN SUDAH TERBUKTI AQIDAHNYA LURUS? SESUAI SUNNAH? DAN AMANAH? Selama ini yang terlihat hanya fotonya saja. Bagaimana kita bisa kenal dengan baik? TIDAK CUKUP DENGAN BACA BIODATANYA SAJA, harus dibuktikan!!!
Jika mereka sudah terpilih, apakah mereka bisa bersuara tentang Islam? Jawabnya, TIDAK. Kenapa? Ketika sudah berkumpul sejumlah orang dari berbagai agama ( Islam, Hindu, Budha, Nasrani, Atheis) dan berbagai kepentingan, maka tidak mungkin bicara Islam saja, PASTI ADA PENCAMPURAN HUKUM AGAMA. Karena disana menjunjung tinggi KEMAJEMUKAN. Dan pasti suara Islam tidak akan bisa ditinggikan di parlemen itu. Maka, ketika kita memilih orang menjadi wakil rakyat atau pemimpin di parlemen, artinya kita telah menyuruh orang itu untuk mengubah undang-undang Allah, menyuruh BERBUAT SYIRIK kepada Allah. Sehingga TIDAK MUNGKIN Islam diperjuangkan di parlemen. Islam tidak mungkin menang dengan demokrasi SELAMA-LAMANYA. Islam akan menang dengan ilmu dan amal shalih. Itu adalah kondisi NYATA di negeri ini.
Lalu apakah bisa dipikir dengan akal yang sehat ketika suara orang pintar (ahli ilmu) disamakan dengan orang bodoh, suara orang shalih disamakan dengan orang tholeh, suara wanita disamakan dengan suara laki-laki, suara orang ISLAM disamakan dengan orang KAFIR? Hanya pada demokrasi suara itu akan disamakan. Itu adalah kondisi NYATA di negeri ini.
Ketika ada orang baik sudah berhasil masuk parlemen, setelah masuk parlemen maka yang sudah pernah terjadi justru tidak bisa lagi jadi orang baik. Dia terbawa oleh sistem demokrasi. Itu adalah kondisi NYATA di negeri ini. Jika sudah seperti penjelasan di atas, maka apakah kemashlahatan yang selama ini difatwakan akan terwujud?
Kemashlahatan ummat Islam hanya akan terwujud sebagaimana di dalam surat At Taubah ayat 33 yang artinya,
"Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya." (Surat At Taubah ayat 33)
Di dalam ayat tersebut Allah menyebutkan "petunjuk (Al Quran)" maka yang dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat. Jadi Islam ini akan menang dengan sebab ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang diamalkan oleh ummat Islam. Oleh karena itu, untuk memperbaiki pemimpin negeri ini, MAKA YANG HARUS DIPERBAIKI ADALAH UMMATNYA TERLEBIH DAHULU.
----------------------------------------------------------------
Demikian tulisan yang dapat penulis susun dari rekaman kajian Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas -hafizhahullah- pada hari Ahad tanggal 30 Maret 2014 di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal Bogor, atas izin beliau untuk menulis dan menyebarkannya. Jika terdapat kesalahan, maka penyusun tulisan ini yang akan menanggung kesalahannya.

Selesai diketik pada hari Rabu, tanggal 9 April 2014 pukul 02.35 WIB, Cileungsi, Bogor.

Abu 'Utsman Agus Waluyo


================

Semoga Allah menjadikan kita orang yang mau mendengar nasehat serta mengikuti yang terbaik... 

1. Fatwa ulama itu bukan nash , diterima dan ditolak sesuai kaidah dan dalil ( nasehat para salaf kita ). 

2. Fatwa untuk suatu negri tidak bisa diterapkan pada negri lain kecuali sama keadaannya ( syeikh utsaimin ). 

3. Dipelajari fatwa tersebut pada keadaan yang bagaimana yang ulama inginkan dengan bolehnya pemilu , tidak lantas dipukul rata dan dipakai hujah untuk pemilu . 

4. Mashlahat maz'umah ( mashlahat bersifat sangkaan tidak menghalalkan mafsadah yang jelas dan pasti ) ( qowaidul fiqhiyah ). Ikut pemilu mashlahatnya baru perkiraan akan tetapi dia telah menghalalkan suatu yang harom dan demokrasi termasuk syirik dalam rububiah membikin syariat tandingan untuk Allah . 

5. Ketakutan akan hal tersebut hanyalah was-was syaithon dan manusia yang terus menumbuhkan rasa takut untuk tetap berpegang dengan syariat yang mulia ini , dari mana mereka terima kabar2 tadi dari manusia ......? " sesungguhnya para syaithon terus menakut2i wali2 Allah , maka janganlah engkau takut pada mereka takutlah hanya kepada Allah ...". Akan inilah akan itulah , kalau tidak begini akan begitu dan seterusnya .... Takut dengan was2 manusia, akan tetapi tidak takut kepada Allah ini adalah kesyirikan.... Lebih besar manakah ketakutan mereka kalau umat ini berma'shiat kepada Allah yang jelas hukumannya atau meninggalkan pemilu yang belum jelas mashlahatnya ....? 

6. Tidak baik urusan umat ini kecuali dengan mengerjakan perkara yang dilakukan umat terdahulu dari kembali keagamanya . 

7. Jagalah dirimu baru engkau selamatkan saudaramu . 

8. Sementara engkau selalu berma'shiat kemudian berangan2 mau menyelamatkan agamamu , mau menyelamatkan negaramu , mau menyelamatkan umat islam .... ini adalah igauan dan hayalan belaka.... Ketahuilah tidak akan meyelamatkan umat ini dengan kema'shiatan..... Carikan apa yang disisi Allah baik kebaikan , keselamatan , kenikmatan dengan jalan mentaatinya bukan dengan cara2 ma'shiat. 

9. Kalau kita lihat orang2 yang ketakutan akan hal ini mereka kurang ilmu dan ibadah kepada Allah perbuatannya hanyalah mengobrol menggunjing seandainya dia banyak mendekatkan diri kepada Allah dia akan tenang . 

10. Banyak berdoa dan semakin mendekatkan diri kepada Allah jangan banyak berdebat pada perkara yang semua sama2 tidak tahu menahu.... " kalau seandainya penduduk suatu negri beriman dan bertaqwa akan kami bukakan pintu2 barokah dari langit juga bumi.....". 
Image result for pemilu

Kontroversi Fatwa Palestina

Fatwa ini sangat bikin heboh. Perhatikan ucapan sebagian mereka: “Sebagian pakar menganggap fatwa al-Albani ini membuktikan bahwa logika yang dipakai al-Albani adalah logika Yahudi, bukan logika Islam, karena fatwa ini sangat menguntungkan orang-orang yang berambisi menguasai Palesthina. Mereka menilai fatwa al-Albani ini menyalahi sunnah, dan sampai pada tingkatan pikun. Bahkan Dr. Ali al-Fuqayyir, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Yordania menilai bahwa fatwa ini keluar dari Syetan“.[23]

Untuk menjawab masalah ini, maka kami akan menjelaskan duduk permasalahan fatwa Syaikh al-Albani tentang masalah Palesthina ini dalam beberapa point berikut[24]:

1. Hijrah dan jihad terus berlanjut hingga hari kiamat tiba.

2. Fatwa tersebut tidak diperuntukkan kepada negeri atau bangsa tertentu.

3. Nabi Muhammad sebagai Nabi yang mulia, beliau hijrah dari kota yang mulia, yaitu Mekkah.

4. Hijrah hukumnya wajib ketika seorang muslim tidak mendapatkan ketetapan dalam tempat tinggalnya yang penuh dengan ujian agama, dia tidak mampu untuk menampakkan hukum-hukum syar’I yang dibebankan Allah kepadanya, bahkan dia khawatir terhadap cobaan yang menimpa dirinya sehingga menjadikannya murtad dari agama.
Inilah inti fatwa Syaikh al-Albani yang seringkali disembunyikan!!
Imam Nawawi berkata dalam Roudhatut Tholibin 10/282:

“Apabila seorang muslim merasa lemah di Negara kafir, dia tidak mampu untuk menampakkan agama Allah, maka haram baginya untuk tinggal di tempat tersebut dan wajib baginya untuk hijrah ke negeri Islam…”.

5. Apabila seorang muslim menjumpai tempat terdekat dari tempat tinggalnya untuk menjaga dirinya, agamanya dan keluarganya, maka hendaknya dia hijrah ke tempat tersebut tanpa harus ke luar negerinya, karena hal itu lebih mudah baginya untuk kembali ke kampung halaman bila fitnah telah selesai.

6. Hijrah sebagaimana disyari’atkan dari Negara ke Negara lainnya, demikian juga dari kota ke kota lainnya atau desa ke desa lainnya yang masih dalam negeri.
Point ini juga banyak dilalaikan oleh para pendengki tersebut, sehingga mereka berkoar di atas mimbar dan menulis di koran-koran bahwa Syaikh al-Albani memerintahkan penduduk Palesthina untuk keluar darinya!!! Demikian, tanpa perincian dan penjelasan!!!

7. Tujuan hijrah adalah untuk mempersiapkan kekuatan untuk melawan musuh-musuh Islam dan mengembalikan hukum Islam seperti sebelumnya.

8. Semua ini apabila ada kemampuan. Apabila seorang muslim tidak mendapati tanah untuk menjaga diri dan agamanya kecuali tanah tempat tinggalnya tersebut, atau ada halangan-halangan yang menyebabkan dia tidak bisa hijrah, atau dia menimbang bahwa tempat yang akan dia hijrah ke sana sama saja, atau dia yakin bahwa keberadaannya di tempatnya lebih aman untuk agama, diri dan keluarganya, atau tidak ada tempat hijrah kecuali ke negeri kafir juga, atau keberadaannya untuk tetap di tempat tinggalnya lebih membawa maslahat yang lebih besar, baik maslahat untuk umat atau untuk mendakwahi musuh dan dia tidak khawatir terhadap agama dan dirinya, maka dalam keadaan seperti ini hendaknya dia tetap tinggal di tempat tinggalnya, semoga dia mendapatkan pahala hijrah. Imam Nawawi berkata dalam Roudhah 10/282: “Apabila dia tidak mampu untuk hijrah, maka dia diberi udzur sampai dia mampu“.

Demikian juga dalam kasus Palesthina secara khusus, Syaikh al-Albani mengatakan: “Apakah di Palesthina ada sebuah desa atau kota yang bisa dijadikan tempat untuk tinggal dan menjaga agama dan aman dari fitnah mereka?! Kalau memang ada, maka hendaknya mereka hijrah ke sana dan tidak keluar dari Palesthina, karena hijrah dalam negeri adalah mampu dan memenuhi tujuan”.

Demikianlah perincian Syaikh al-Albani, lantas apakah setelah itu kemudian dikatakan bahwa beliau berfatwa untuk mengosongkan tanah Palesthina atau untuk menguntungkan Yahudi?!! Diamlah wahai para pencela dan pendeki, sesungguhnya kami berlindung kepada Allah dari kejahilan dan kezhaliman kalian!!.

9. Hendaknya seorang muslim meyakini bahwa menjaga agama dan aqidah lebih utama daripada menjaga jiwa dan tanah.

10. Anggaplah Syaikh al-Albani keliru dalam fatwa ini, apakah kemudian harus dicaci maki dan divonis dengan sembrangan kata?!! Bukankah beliau telah berijtihad dengan ilmu, hujjah dan kaidah?!! Bukankah seorang ulama apabila berijtihad, dia dapat dua pahala dan satu pahala bila dia salah?! Lantas, seperti inikah balasan yang beliau terima?!!

11. Syaikh Zuhair Syawisy mengatakan dalam tulisannya yang dimuat dalam Majalah Al Furqon, edisi 115, hlm. 19 bahwa Syaikh al-Albani telah bersiap-siap untuk melawan Yahudi, hampir saja beliau sampai ke Palesthina, tetapi ada larangan pemerintah untuk para mujahidin”.

Syaikh al-Albani sampai ke Palesthina pada tahun 1948 dan beliau sholat di masjidil Aqsho dan kembali sebagai pembimbing pasukan Saudi yang tersesat di jalan. Lihat kisah selengkapnya dalam bukunya berjudul “Rihlatii Ila Nejed”. (perjalananku ke Nejed).

Kami kira, keterangan singkat di atas cukup untuk membungkam mulut-mulut durhaka dan tulisan-tulisan hina yang menuding dengan sembrangan kata[25]!! Wallahu A’lam.

Catatan Kaki:

[23] Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai NU.. hlm. 244.

Faedah: Para penulis buku “Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai NU…” dalam hujatan mereka terhadap al-Albani banyak berpedoman kepada buku “Fatawa Syaikh al-Albani wa Muqoronatuha bi Fatawa Ulama” karya Ukasyah Abdul Mannan, padahal buku ini telah diingkari sendiri oleh Syaikh al-Albani secara keras, sebagaimana diceritakan oleh murid-murid beliau seperti Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi dan Syaikh Salim al-Hilali. (Lihat Fatawa Ulama Akabir Abdul Malik al-Jazairi hlm. 106 dan Shofahat Baidho’ Min Hayati Imamil Al-Albani Syaikh Abu Asma’ hlm. 88). Dengan demikian, jatuhlah nilai hujatan mereka terhadap al-Albani dari akarnya. Alhamdulillah.

[24] Lihat As-Salafiyyun wa Qodhiyyatu Falestina hal. 14-37. Lihat pula Silsilah Ahadits ash-Shohihah no. 2857, Madha Yanqimuna Minas Syaikh, Muhammad Ibrahim Syaqroh hlm. 21-24, al-Fashlul Mubin fi Masalatil Hijrah wa Mufaroqotil Musyirikin, Husain al-Awaisyah, Majalah Al-Asholah edisi 7/Th. II, Rabiu Tsani 1414 H.

[25] Syaikh al-Albani mengatakan: “Sesungguhnya apa yang ditulis oleh saudara yang mulia Muhammad bin Ibrahim Syaqroh dalam risalah ini berupa fatwa dan ucapanku adalah kesimpulan apa yang saya yakini dalam masalah ini. Barangsiapa yang menukil dariku selain kesimpulan ini, maka dia telah keliru atau pengikut hawa nafsu”.

Fatwa Syaikh Al ‘Allamah Abdul Muhsin Al ‘Abbad Tentang Jihad di Dammaj

Berikut ini adalah teks pertanyaan akhuna Abdurrahman Al Umaysan (thalib asal Yaman yang studi di Jami’ah Islamiyyah) terhadap Syaikhuna Al Abbad:


قد سألت شيخنا العلامة عبدالمحسن العباد البدر – حفظه الله – ظهر يوم الثلاثاء الموافق 4 من شهر الله المحرم هـ1433 في مسجده عن الجهاد في دماج وماذا تنصحوننا أن نفعل وكذلك أهل اليمن – إذ إن شيخنا متتبع لأخبارهم منذ فرض عليهم الحصار-؟


Saya bertanya kepada syaikhuna Al ‘Allamah Abdul Muhsin Al ‘Abbad -hafizhahullah- pada hari Selasa siang, tgl 4/1/1433 H di mesjid beliau; tentang jihad di Dammaj dan apa yang antum nasehatkan supaya kami dan warga Yaman lakukan, mengingat engkau -wahai Syaikh- selalu mengikuti berita mereka sejak pengepungan dimulai?


فأجاب شيخنا متألما: لا شك أن ما يحصل في دماج من قتال هو جهاد في سبيل الله فمن استطاع من أهل اليمن أن يقاتلهم فليفعل لكن لابد من استئذان الأبوين وأنا أقول مناوشة الرافضة من جوانب متعددة هو الأولى، لأن الوصول لدماج والقتال معهم صعب لأنهم محاصرون من كل جانب


Maka Syaikh menjawab dengan nada sedih: Tidak diragukan bahwa perang yang terjadi di Dammaj adalah JIHAD FI SABILILLAH. Siapa pun dari warga Yaman yang bisa memerangi mereka, hendaklah turut serta, namun harus minta izin terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya. Menurutku, menyerang kaum rafidhah dari banyak sisi lebih diutamakan, mengingat sulitnya untuk masuk ke Dammaj dan sulitnya berperang bersama mereka (ikhwan kita -pent), karena mereka dikepung dari seluruh penjuru.

ختم الشيخ بقوله: الله يدمر الرافضة الله يدمرهم


Syaikh lantas menutup jawabannya dengan mengatakan: Semoga Allah menghancurkan kaum Rafidhah… semoga Allah menghancurkan mereka !


Keterangan:


Jawaban Syaikh di atas menunjukkan bahwa jihad bagi selain warga Dammaj sifatnya fardhu kifayahdan statusnya sebagai jihad thalabi (offensif), karenanya beliau mensyaratkan harus izin orang tua terlebih dahulu, dan mensyaratkan bagi ‘yang mampu melakukannya’. Adapun izin pemerintah/waliyyul amri maka tidak perlu dipertanyakan sebab pemerintah Yaman sendiri telah berulang kali terlibat perang dengan kaum Syi’ah Hutsiyiin selama tujuh tahun belakangan… sehingga izin mereka secara implisit (dhimni) telah terwujud sejak dahulu.

UCAPAN : JAZAAKALLOHU KHOIR

Ini adalah beberapa fatwa yang bermanfaat dari Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah Ta’ala,menjawab beberapa pertanyaan setelah Beliau menjelaskan hadits Usamah bin Zaid radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang diberikan satu perbuatan kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan : jazaakallahu khaer (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.”

(HR.At-Tirmidzi (2035), An-Nasaai dalam Al-kubra (6/53), Al-Maqdisi dalam Al-mukhtarah: 4/1321, Ibnu Hibban: 3413, Al-Bazzar dalam musnadnya:7/54. Hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)


Berikut ini fatwa Al-Allamah Abdul Muhsin hafizhahullah, semoga bermanfaat.


Pertanyaan 1:
sebagian ikhwan ada yang menambah pada ucapannya dengan mengatakan “jazakallah khaeran wa zawwajaka bikran” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan menikahkanmu dengan seorang perawan),dan yang semisalnya. Bukankah tambahan ini merupakan penambahan dari sabda Rasul shallallahu alaihi wasallam ,dimana beliau mengatakan “sungguh dia telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.?
Beliau menjawab:
Tidak perlu (penambahan) doa seperti ini,sebab boleh jadi (orang yang didoakan) tidak menginginkan do’a yang disebut ini.Boleh jadi orang yang dido’akan dengan do’a ini tidak menghendakinya.Seseorang mendoakan kebaikan,dan setiap kebaikan sudah mencakup dalam keumuman doa ini.Namun jika seseorang menyebutkan do’a ini,bukan berarti bahwa Rasulullah r melarang untuk menambah dari do’a tersebut.Namun beliau hanya mengabarkan bahwa ucapan ini telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya. Namun seandainya jia dia mendoakan dan berkata: “jazakallahu khaer wabarakallahu fiik wa ‘awwadhaka khaeran” (semoga Allah membalas kebaikanmu dan senantiasa memberkahimu dan menggantimu dengan kebaikan pula” maka hal ini tidak mengapa.Sebab Rasul Shallallahu alaihi wasallam tidak melarang adanya tambahan do’a.Namun tambahan do’a yang mungkin saja tidak pada tempatnya,boleh jadi yang dido’akan dengan do’a tersebut tidak menghendaki apa yang disebut dalam do’a itu.
Pertanyaan 2:
Ada sebagian orang berkata:ada sebagian pula yang menambah tatkala berdo’a dengan mengatakan : jazaakallahu alfa khaer” (semoga Allah membalasmu dengan seribu kebaikan” ?
Beliau -hafidzahullah- menjawab:
“Demi Allah ,kebaikan itu tidak ada batasnya,sedangkan kata seribu itu terbatas,sementara kebaikan tidak ada batasnya.Ini seperti ungkapan sebagian orang “beribu-ribu terima kasih”,seperti ungkapan mereka ini.Namun ungkapan yang disebutkan dalam hadits ini bersifat umum.”
Pertanyaan: apakah ada dalil bahwa ketika membalasnya dengan mengucapkan “wa iyyakum” (dan kepadamu juga) ?
Beliau menjawab:
“tidak, sepantasnya dia juga mengatakan “jazakallahu khaer” (semoga Allah membalasmu kebaikan pula), yaitu didoakan sebagaimana dia berdo’a, meskipun perkataan seperti “wa iyyakum” sebagai athaf (mengikuti) ucapan “jazaakum”, yaitu ucapan “wa iyyakum” bermakna “sebagaimana kami mendapat kebaikan,juga kalian” ,namun jika dia mengatakan “jazaakalallahu khaer” dan menyebut do’a tersebut secara nash,tidak diragukan lagi bahwa hal ini lebih utama dan lebih afdhal.”
(transkrip dari kaset: durus syarah sunan At-Tirmidzi,oleh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah,kitab Al-Birr wa Ash-Shilah,nomor hadits:222).
(Diterjemahkan oleh Abu Karimah Askari bin Jamal)
Berikut ini transkrip dalam bahasa Arab:
يقول السائل : بعض الإخوة يتطرق فيزيد على (جزاك الله خيرا وزوجك بكرا) ونحو ذلك.أليس في هذا استدراك على قول النبي صلى الله عليه وسلم فإنه يقول ((فقد أبلغ في الثناء))
فأجاب :ولا حاجة بهذا الدعاء قد يكون ما يريد هذا الشيء الذي دعي به ,أي نعم قد يكون الإنسان الذي دعي بهذا أنه لا يريده .فالإنسان يدعو بالخير وكل خير يدخل تحت هذا العموم .فالإنسان يأتي بهذا الدعاء وليس معنى ذلك أن الرسول × نهى عن ذلك يعني لا يزيد على هذا وإنما أخبر أن هذا فيه إبلاغ بالثناء ,لكنه لو دعا له فقال: جزاك الله خيرا وبارك الله فيك وعوضك خيرا ما فيه بأس ,لأن الرسول × مامنع من الزيادة .لكن مثل هذه الزيادة التي قد تكون في غير محلها ,قد يكون صاحب المدعو له لا يريد هذا الشيء الذي دعي له به .
السؤال: والآخر يقول :يزيد البعض فيقول : جزاك الله ألف خير
فأجاب: والله الخير ليس له حد ,ليس له حد والألف هذا محدود,والخير بدون حد .لكن هذا مثل عبارات بعض الناس :ألف شكر شكر مثل ما يعبرون.لكن التعبير بهذا الذي جاء في هذا الحديث عام
السؤال: هل هناك دليل على أن الرد يكون بصيغة (وإياكم)؟
فأجاب: لا , الذي ينبغي أن يقول وجزاكم الله خيرا) يعنى يدعى كما دعا, وإن قال (وإياكم) مثلا عطف على جزاكم ,يعني قول (وإياكم) يعني كما يحصل لنا يحصل لكم .لكن إذا قال: أنتم جزاكم الله خيرا ونص على الدعاء هذا لا شك أنها أوضح وأولى
(مفرغ من شريط دروس شرح سنن الترمذي ,كتاب البر والصلة ,رقم:222)

Penulis: Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah

Duduk ‘Ngaji’ atau Tahiyat Masjid?

ما الأفضل إذا دخل رجل المسجد وكان فيه درس الأفضل أن يجلس أو يصلي تحية مسجد؟

Pertanyaan, “Jika seorang masuk dan menjumpai ada pengajian yang sedang berlangsung manakah yang lebih baik langsung duduk ikut pengajian ataukah shalat tahiyatul masjid terlebih dahulu baru ikut pengajian?”

يصلي ركعتين خفيفتين تحية المسجد لحديث رسول الله صلي الله عليه وسلم ( إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتي يركع ركعتين ) ثم يجلس للدرس كما أمر النبي صلي الله عليه وسلم الغطفاني، «لما دخل وهو يخطب الجمعة قال: صليت؟ قال: لا. قال: قم فاركع ركعتين فتجوز فيهما»

Jawaban Syaikh Abdul Aziz ar Rajihi, “Yang lebih afdhol adalah shalat dua rakaat tahiyatul masjid dengan cepat mengingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika salah satu di antara kalian masuk masjid maka janganlah dia duduk sehingga mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat”.

Setelah itu baru duduk mengikuti pengajian sebagaimana yang Nabi perintahkan kepada al Ghathfani yang masuk masjid saat Nabi sedang menyampaikan khutbah Jumat. Ketika itu, Nabi bertanya, “Apakah engkau telah mengerjakan shalat [tahiyatul masjid, pent]?”. “Belum”, jawab al Ghathfani. Nabi lantas bersabda, “Bangunlah dan kerjakan shalat sebanyak dua rakaat dengan agak cepat”.

فإذا كانت خطبة الجمعة 0 المسلم مأمور بأن يصلي ركعتين قبل أن يجلس فالدرس كذلك لكن يصلي ركعتين خفيفتين قبل الجلوس لدرس العلم.

Jika demikian ketentuan untuk khutbah Jumat. Seorang muslim tetap diperintahkan untuk mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat sebelum duduk mendengarkan khutbah maka pengajian hukumnya juga demikian. Namun ingat, hendaknya shalat dua rakaat tersebut dikerjakan dengan agak cepat sebelum duduk mendengarkan pengajian”.

Sumber:

http://shrajhi.com/?Cat=1&Fatawa=1201


Dibaca Sebanyak free counter Pembaca
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Fatwa Ulama - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger